Chapter 355 - 355. Pria Tua Misterius. Siapa Ayah Chun xing sebenarnya?

#Hutan area Nanjiang

Terik matahari sudah berada di ujung kepala menyengat dan menyinari hutan di area Nanjiang yang cukup lebat dan rimbun. Siang ini karena permintaan seorang wanita yang menolongnya, Ludius tepaksa masih berada di sebuah gubug menunggu sang Ayah pemilik gubug tersebut kembali.

Tubuh Ludius yang masih terluka akibat terbentur keras saat terpental meninggalkan luka dalam pada beberapa tulang dan rusuk yang retak dan terkilir. Ia yang sedang duduk di ruang tamu sederhana dengan biliknya yang semua masih terbuat dari kayu menarik perhatian Ludius.

"Tuan, waktunya makan siang." Kata Chun xing yang sudah membawa nampan dengan mangkuk berisi sayur sop sederhana.

Ludius yang sedang melihat ponselnya meski tidak ada sinyalnya sama sekali, menoleh kearah Chun xing dengan senyum simpul. "Kau yang membuatnya Chun xing?." Tanya Ludius sambil membenarkan posisi duduknya.  Beberapa tulangnya yang retak membuat Ludius tidak bisa duduk dengan benar, ia bahkan harus menyandarkan tubuhnya di atas risban dengan bantual beberapa bantal agar lebih empuk.

Chun xing yang datang langsung menaruh mangkuk tersebut di meja, sebelum itu ia membantu Ludius merubah posisi duduknya agar lebih mudah untuk makan. "Ayo Tuan, anda harus merubah posisi duduk anda agar lebih mudah memakan makanan anda."

"Makanan ini untukku, lalu bagaimana dengan mu Chun xing?." Tanya Ludius sambil melihat ke arah Chun xing yang masih membenahi bantal yang ada di belakang punggung Ludius.

Chun xing terdiam beberapa saat dengan wajah yang tertunduk ke bawah, begitu ia mengangkat wajahnya dan melihat ke arah Ludius, ia mengembangkan senyumnya. "Chun xing bisa makan nanti, lagi pula di belakang masih ada, jadi Tuan tidak perlu khawatir." Jawabnya dengan mulut gemetar.

Ludius yang melihatnya hanya bisa menghela nafas. 'Ish.. ada apa dengan wanita ini? Dia belum memakan apapun dan memberikan jatah makanannya yang hanya ada semangkuk di berikan pada orang lain. Aku yang dulu mungkin akan langsung memakannya tanpa mempertimbangkan mu yang sedang kelaparan juga. Tapi aku masih teringat istriku yang selalu ceramah panjang untuk tidak membuat orang lain kelaparan.'

Chun xing mengambil mangkuknya dan menyendok sedikit supnya dan menyuapinya pada Ludius. "Tuan, ayo buka mulutnya.." kata Chun xing dengan menyodorkan sendoknya yang sudah ada di depan mulut Ludius.

"Makanlah supnya, itu adalah makan siangmu, aku sudah makan tadi pagi bukan. Jadi sekarang giliranmu untuk memakannya." Tolak Ludius secara halus.

Wajah Chun xing justru menjadi sedih saat mendengar Ludius tidak ingin memakan sup buatannya. "Tuan.. apakah Tuan benar – benar tidak menginginkan sup buatan Chun xing? Apakah xup buatan Chun xing tidak enak sehingga Tuan tidak mau memakannya?." Tanya Chun xing dngan lagat polosnya.

"Ah bukan, bukan seperti itu Chun xing. Aku sangat menghargai atas usahamu membuatkanku makanan, tapi kamu sendiri belum makan. Jadi makan saja supnya, lagi pula aku masih kenyang." Ujar Ludius dengan mengelus surai panjang Chun xing. Dengan sikapnya seperti seorang Kakak, Ludius memberikan perhatiannya.

"Tapi Chun xing membuat ini untuk Tuan, masa Chun xing yang memakannya," ia merasa bersalah, rasa laparnya tertebak dengan tepat oleh orang yang di tolongnya,

"Tidak apa – apa Chun xing. Sekarang katakan, sebenarnya ayahmu pergi kemana? Mengapa sampai sekarang beliau belum kembali?." Tanya Ludius kembali, ia memang harus segera meninggalkan hutan itu segera dan mencari tahu bagaimana keadaan Silvias serta hasil akhir dari pertempuran semalam.

"Ayah pasti sebentar lagi kembali, biasanya Ayah kalau pergi pasti ke kebunnya untuk menanam sayuran dan mencari kayu bakar untuk persediaan selagi masih belum hujan."

"Menanam sayuran, Apakah Ayahmu jauh kalau menanam sayuran? Boleh aku menemui beliau sekarang? Sepertinya aku tertarik untuk menanam sayuran nantinya. Jadi harus belajar nih dari Ayahmu, bercocok tanam." Balas Ludius dengan sedikit seyum hangat.

Dengan sikap dinginnya, si Chun xing tidak mau memberitahukan dimana Ayahnya. Maka Ludius harus gunakan cara lembut, agar si Chun xing mau mengantarnya.

"Benarkah? Boleh.. ayo, Chun xing antar Tuan menemui Ayah di kebun dan belajar bercocok tanam. Disana Ayah menanam banyak sayuran meski kadang tanamannya mati karena musim kemarau dan tidak ada air untuk menyiraminya."

Wajah Chun xing terlihat senang sekali. Ia membantu Ludius berdiri dan memapahnya perlahan keluar dari gubug, menyusuri hutan lebat yang kini sudah terlihat terang. Mungkin sudah sekitaran jam 10 siang.

Perlahan mereka menyusuri hutan, dengan Chun xing terus memapah tubuh Ludius yang cukup lemah akibat lukanya. Ternyata perjalanan mereka cukup jauh. Hanya saja Ludius merasa heran, ia yang menguasai Hutan Nanjiang selama ini.

'Mengapa sampai sekarang aku tidak tahu kalau ada orang yang tinggal di dalam hutan Nanjiang ini? Sebenarnya siapa si Chun xing dan Ayahnya ini? Mengapa mereka dapat tinggal di dalam hutan dan berhasil lepas dari pengawasan penjagaan dan kamera pengintai yang terpasang di sebagian hutan?.' Batin Ludius.

Ia jadi memikirkan ada yang tidak beres dengan Chun xing dan Ayahnya. Chun xing mengatakan kalau mereka mengasingkan diri tanpa Chun xing tahu alasannya, pasti ada alasan tertentu yang tidak bisa Ayah Chun xing beritahukan padanya.

'Pertanyaannya, apa alasan Ayah Chun xing memilih mengasingkan diri di dalam pedalaman seperti ini? Huff.. mengapa aku menjadi penasaran seperti ini mengenai hal yang tidak berhubungan denganku?.'

Mereka masih saja terus berjalan masuk kedalam hutan sebelah utara dan semakin menjauh dari markas yang kemungkinan jika di urutkan ada di sebelah selatan tempatnya kini berpijak.

"Nah, itu dia Tuan..!," seru Chun xing pada Ludius sambil menunjuk kearah depan mereka

Di depan sana terlihat kebun liar yang di kelilingi semak belukar sebagai pengecoh agar tidak terlihat dalamnya seperti apa. Seakan si empunya sedang menyembunyikannya dari orang orang. Entahlah..

'Benar-benar pengecoh yang hebat. Aku saja sampai tidak menyadari ada kebun di depan sana jika Chun xing tidak memberitahukannya padaku.' Batin Ludius dengan tersenyum seringai.

"Ayah..! kami datang untuk melihat Ayah bercocok tanam." Seru Chun xing.

Seorang pria paruh baya memakai pakaian compang camping dengan penutup kepala yang terbuat dari anyaman bambu terlihat berjalan mengarah ke mereka. Ia yang sedang memegang cangkul menaruhnya. Dengan senyuman ia memanggil nama seseorang.

"Xing'er, kau kah itu?." Tanya pria paruh baya tersebut.

"Iya Ayah, ini Chun xing. Tuan sudah sadar dan meminta Chun xing membawanya menemui Ayah. Apakah Ayah sudah selesai mencangkulnya?." Chun xing terlihat sangat bahagia meski hidup sederhana dan hanya tinggal didalam pedalaman hutan.