"Xing'er, untuk apa kamu datang kemari, Nak?." Tanya pak tua. Ia menghampiri Chun Xing dan duduk sambil bersandar di pohon besar.
"Tuan yang Ayah tolong katanya ingin sekali menemui Ayah ke kebun. Padahal Chun xing sudah peringatkan untuk tetap tinggal sampai lukannya sembuh. Tapi Tuan tetap ngotot ingin bertemu Ayah." Ujar Chun xing dengan logatnya yang polos, seperti layaknya anak desa pada umumnya.
"Hufft.. Cuaca hari ini benar-benar panas sekali." Keluh pak tua, ia sesaat melirik tajam ke arah Ludius yang masih berdiri di samping Chun xing. "Anak muda, katakan.. siapa namamu?" tanya pak tua itu dengan acuh, namun sebenarnya ia sangat cermat, dilihat dari lirikan tajamnya.
"Saya Ludius Lu, Tuan. Kalau boleh tahu, siapa nama anda? Dan siapa sebenarnya anda. Bagaimana bisa hidup mengasingkan diri dari dunia luar seperti ini?." Tanya Ludius ramah pada pak tua itu, meski pak tua menganggapnya acuh.
"Panggil saja aku Paman Shang, selebihnya jangan tanyakan apapun padaku. Aku tidak suka!,"
"Baiklah jika itu yang Paman yang inginkan. Saya kemari hanya ingin mengatakan terima kasih karena anda telah menyelamatkan saya. Saya harus kembali secepatnya, karena masih banyak urusan yang harus saya selesaikan." Kata Ludius langsung saja pada inti pembicaraannya. Ia tidak ingin lebih lama basa basi dan menunda kepulangannya ke Mansion.
"Kau yakin ingin kembali sekarang juga, anak muda? Tidakkah menunggu sampai badai reda?." Sahut Paman Shang.
Ludius memandang dengan sorot mata yang dalam, mencoba menerka apa maksud dari perkataan Paman yang mengatakan . 'Sampai badai reda? Apa maksud dari perkataannya? Jelas dia tidak sedang mengatakan cuaca hari ini.' Batin Ludius menerka.
"Apa maksud anda sampai badai mereda, Paman Shang?. Anda tidak sedang memperingatkanku, kan?" tanya Ludius mempertegas.
Chun xing yang merasa akan ada hal yang tidak baik jika terus di lanjutkan membuatnya melerai mereka. Ia langsung memegang lengan Ludius erat. "Ayah, Tuan. Sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan? Dari pada kalian membicarakan hal yang tidak penting. Lebih baik kita kembali dan memakan sesuatu. Xing'er akan memasakkan sesuatu untuk Ayah. Bagaimana?." Bujuk Chun xing agar perdebadan mereka tidak terus berlanjut.
"Terima kasih atas tawarannya, tapi saya harus kembali ke kota karena masih ada istri dan Perusahaan yang harus saya urus. Jika ada waktu, pasti akan datang kemari untuk menemui kalian." Tolak Ludius secara halus. Selagi Paman Shang tidak mau mengatakan maksud perkataannya. Percuma bagi Ludius untuk tetap tinggal disana.
"Tapi Tuan, anda benar-benar akan pergi? Tidak menunggu sembuh terlebih dahulu?. Padahal kan Tuan baru saja bertemu dengan Ayah.." Chun xing melepas tautannya dari lengan Ludius berlari ke arah Ayahnya dan menarik-narik lengan Paman Shang, seakan merengek layaknya anak kecil,
"Ayo Ayah.. bujuk Tuan agar mau tinggal beberapa hari disini. Xing'er sudah lama tidak bertemu dengan orang lain, dan sekarang sudah ada Tuan, tapi dia mau pergi.." rengek Chun xing manja bagai anak kecil yang sedang meminta sesuatu.
"Xing'er, jangan menghalagi Tuan Lu untuk kembali. Dia juga mempunyai kehidupan sendiri di sana. Jika sudah waktunya, Tuan Lu juga akan kembali kesini untuk menemuimu. Kau bisa bersabar Xing'er?" kata Paman Shang menegur dan menasehati putrinya yang terlalu polos itu.
"Tidak! Pokoknya Xing'er ingin ada di samping Tuan, sudah lama Xing'er sendiri dihutan ini dan hanya di temani Ayah. Itu tidak adil." Rengek Chun xing.
Paman Shang memegang keningnya, ia terlihat pasrah melihat putrinya yang sudah besar tapi kelakuannya seperti anak berumur 10 tahun, "Jangan melawan Xing'er! Ini perintah Ayah. Biarkan Tuan Lu kembali. Dia ada keluarga yang menunggunya, kamu tidak boleh mencegahnya seperti itu." Tegur Paman Shang.
"Sudah jangan beertengkar. Bagaimana kalau paman dan Xing'er ikut saya ke Kota? Bagaimana Paman Shang?." Kata Ludius menengahi, meski ia tahu ini akan beresiko jika Silvia tahu. Mungkin nantinya Ludius akan memberikan Xing'er rumah sendiri dan beberapa pelayan.
Perdebatan Ayah dan anak memang tidak akan pernah berakhir, 'Betapa sialnya! Disaat pertempuran terluka dan di bawa oleh kedua ayah dan anak yang.. ah sudahlah, memikirnya saja sudah membuatku pening.'
"Tidak! Tidak ada saputun dari aku ataupun Xing'er yang akan datang ke kota. Kita sudah senang menikmati hidup berdua seperti ini tanpa ada yang mengganggu." Paman Shang kembali melirik tajam Xing'er ke arah Ludius. "Jika kau tetap membawa Xing'er, kau takkan mampu menahan konsekuensinya!." Kata Paman Shang dengan tegas dan sedikit mengancam.
"Jika itu jawaban Paman Shang, maka saya takkan memaksa. Chun xing, aku akan pergi sekarang. Kalian jaga dirilah baik-baik. Suatu saat saya pasti akan kembali kemari untuk menemui kalian." Kata Ludius. Ia langsung berbalik arah. Dengan langkah yang tertatih ia pergi tanpa menoleh kembali ke belakang.
"Tuan, tunggu.. jangan pergi." Teriak Chun xing dngan suara isak tangis yang pecah. Ia mencoba pergi untuk mengejar langkah Ludius yang lambat, namun Paman Shang memegang lengannya kuat.
"Cukup Xing'er, biarkan pria itu tergi. Jangan kejar dia!."
"Tidak Ayah, Xing'er ingin mengejarnya. Xing'er sudah memiliki teman, tapi malah Ayah membuatnya menjauh dari Xing'er. Ayah hari sangat tidak adil dengan Xing'er!."
Chun xing memberontak dan mencoba melepas cekalan Ayahnya yang sangat kuat. "Tidak Xing'er! Jangan melawan!."
"Ayah mengapa seperti ini sih? Dari dulu kiita mengasingkan diri untuk apa? Apa yang Ayah sembunyikan dari Xing'er?." Akhirnya Xing'er mempertanyakannya, padahal sejak dulu dia diam tanpa menanyakan alasannya.
Paman Shang langsung terdiam tanpa mengatakan apapun sambil mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Mengapa Ayah, mengapa Ayah diam di setiap Xing'er mempertanyakannya? Apakah ada hal yang Ayah sembunyikan dari Xing'er?."
"Huftt.. Xing'er, ada hal yang ingin Ayah katakan padamu. Ini mengenaimu dan ibumu." Kata Paman Shang membuka mulut.
Chun xing (Xing'er adalah nama panggilan) langsung duduk di samping Paman Shang dengan memegang kedua tangan Ayahnya. "Ada apa dengan Xing'er dan Ibu, Ayah?."
"Xing'er, dengarkan Ayah baik-baik. Dulu ayah adalah salah satu dari petinggi di Serikat FAF (Forbidden Arms Federation), dan memiliki Perusahaan cabang terbesar di Belanda. Saat itu Ibumu sedang hamil. Karena sebuah fitnah dari seorang pemimpin saat ini James Nicol, Ayah menjadi buronan selama bertahun-tahun, Perusahaan lenyap dalam semalam dan Ibumu tiada karena mengalami pendarahan hebat saat melahirkanmu. Ayah hanya bisa menungggu waktu sampai ada seseorang yang bisa menjadi sekutu untuk membalas dendam pada James Nicol."
Xing'er terbelalak, tidak percaya jika orang tuanya pernah mengalami hal seperti itu.