Perasaan khawatir yang singgah di hati Silvia mengenai masa depan kedua janiin dalam kandungannya, tentu tidak bisa tidak bisa di tampik begitu saja. Namun ketika ia teringat akan Takdir Tuhan, semuanya tidak ada yang tidak mungkin, bukan..?
'Benar, semua keputusan hidup dan mati kita ada di tangan Tuhan, yang terpenting sekarang aku harus berusaha dan berfikiran optimis demi Ludius dan semuanya.' Batin Silvia menyemangati diri sendiri.
Ia tersenyum pada Linzy sambil memberikan aura positifnya. "Uhm. Aku akan terus maju dan selalu optimis demi suamiku dan semua orang yang menantikan kelahiran buah hati kami." Ujar Silvia sambil mengelus perutnya sendiri.
-
15 menit telah berlalu setelah melakukan pemeriksaan dan memberikan obat pengurang rasa sakit, Linzy menaruh kembali semua peralatan medis kedalam tasnya. Untuk sementara waktu Silvia tertidur karena obat yang baru saja di suntikkan.
"Bagaimana kondisi Silvia saat ini?." Tanya Ludius yang datang mendekat ke sisi Silvia.
"Kondisinya kalau boleh jujur, tidak dalam baik-baik saja. Luka yang ada dalam rahimnya tidak semudah itu di tangani." Linzy memandang ke arah Ludius dengan wajah tegak. "Aku tidak sedang mendorongmu untuk menyerahkan Silvia pada siapapun, tapi jika Daniel Qin yang gila akan penelitian beanr-benar memiliki alatnya. Aku sarankan segera serahkan Silvia padanya sebelum terlambat." Linzy kali ini berbicara tanpa begeming, perasaannya seolah sudah ia kubur dalam-dalam saat mengatakannya.
"Kau yakin dengan apa yang kau katakan, Zy? Daniel Qin adalah pria yang sulit untuk di deteksi identitasnya. Pertama dia mengaku sebagai anak dari Qin Corp, lalu tiba-tiba mendorongku pada sebuah rumah sakit yang didalamnya terdapat penelitian gila. Jika aku menyerahkan Silvia padanya, bukankah aku sama gilanya dengannya?."
Linzy diam tak menjawab, ia membenahi alat medis ke dalam tasnya dan berniat akan langsung pulang. Namun pertanyaa Ludius menghentikan langkahnya. "Sudahlah, aku akan kembali. Ini sudah malam.." Linzy mengambil tasnya dan memutus pembicaraan mereka dan tidak ingin meneruskannya.
"Zy, bagaimana dengan kondisi Longshang, Apakah ada perkembangan?." Tanya Ludius, membuat langkah Linzy terhenti.
Ia menoleh kebelakang dan wajahnya tertunduk dengan rasa kecemasan yang tergambar di sorot matanya. "Sudah, saat aku kesana Longshang merespon suara dan panggilanku. Tapi kondisinya sampai saat ini belum ada perkembangan lagi. Operasi kali ini, jika saja tidak berhasil maka akan berpengaruh pada organ dalamnya."
"Maafkan aku, jika saja dia tidak menyelamatkanku, mungkin Longshang tidak akan sampai seperti ini." Balas Ludius, ia sungguh sangat menyesal dengan keadaan yang terjadi dengan sahabatnya itu. Longshang selalu mengutamakan apa yang ada di sekitarnya dari pada dirinya sendiri. Bahkan jika itu Linzy sekalipun yang berkhianat, Longshang tidak akan segan untuk melepasnya.
"Meski kau tidak mengizinkannya sekalipun, Longshang akan tetap melakukannya. Dia menganggapmu sahabat lebih dari saudara, bahkan dia menginggalkanku tanpa ragu jika itu karenamu. Sudahlah, jangan terlalu di sesali, aku akan kembali." Linzy dengan membawa tas medisnya keluar dari ruang kamar tersebut.
Saat ini di kamar hanya ada Ludius yang masih terduduk dengan Silvia yang tertidur di sampingnya. Tangan hangat Ludius menggapai tangan dingin istrinya. Ia kecup, ia cium dengan segala rasanya. "Sayang, maafkan aku yang tidak bisa menjagamu dengan baik, dan kondisimu sampai seperti ini juga karenaku. Andai saja waktu itu aku tidak menyerang kakakmu mungkin kamu tidak akan seperti ini Sayang." Gumam Ludius dengan segala penyesalannya.
-
Malam terus merangkak naik menuju peraduannya, dimana ia singgah menemani seorang Ludius Lu yang sedang terduduk di samping istri tercintanya. Malam yang gelap yang hanya berhias silaunya gemerlap malam di kota Shanghai, Ludius baru teringat bahwa Ibu mertunya pasti sedang dalam perjalanan menuju ke China,
"Bagaimana dengan kabar Ibu mertua? Apakah beliau jadi pergi berangkat sore tadi?," fikir Ludius.
Sekembalinya dari hutan, ia hanya membawa ponsel mati dan pistol miliknya. Begitu ia mengambil ponsel dalam sakunya, ternyata memang ponselnya sudah dalam keadaan mati. "Lebih baik aku menghubungi Wangchu menggunakan ponsel Silvia, tapi dimana ponselnya?."
Ludius mencari ponsel tersebut di meja dan beberapa tempat dan menemukannya ternyata tergeletak di dalam tas mini miliknya. Di saat ia membuka ponsel milik Silvia, Ludius tidak sengaja menemukan sebuah pesan masuk dari seseorang.
[Silvia, sorry kalau lancang. Aku ada sesuatu untukmu. Anggap saja ini sebagai hadiah perpisahan manis dariku untukmu. Sebelumnya sorry, sudah mencuri beberapa one shot foto saat kita bersama. And any way, kamu sangat cantik kalau tersenyum, jadi jangan pernah sekali-kali kamu menangis karena itu tidak cocok untuk seorang Silvia Zhuan. Tertanda Pangeran Kerajaan Hardland].
Setelah membaca pesan tersebut, Ludius menemukan beberapa kumpulan foto di bawah pesan tersebut. Beberapa foto yang di ambil dengan posisi menyamping dan tidak mengghadap kamera ini sepertinya di ambil tanpa sepengetahuan Silvia.
'Richard, brengsek sekali kau! Bagaimana bisa kau memiliki foto sebanyak ini dengan Silvia? Sudah sejauh mana kedekatanmu dengan Silvia, bagaimana aku tidak tahu bahkan tidak menyadarinya?'
Ludius terlihat geram, ia menggertakkan giginya dengan tangan mengepal sekuat mungkin, menahan emosi yang mencuat disaat yang tidak tepat. Ludius yang teringat akan Ibu mertuanya memilih untuk diam sementara sampai ia benar-benar datang ke Hardland untuk membuat perhitungan dengan Pangeran Richard.
Untuk mengetahui apakah Wangchu kembali ke China malam ini atau tidak, Ludius menelfonnya untuk mengetahui situasi saat ini.
["Hallo Wangchu, bagaimana kondisimu sekarang? Apa kau sudah ada dalam perjalanan kembali ke China?."]
["Boss, ini benar kau, Ludius? Bagaimana caramu kembali dari hutan setelah kau di kabarkan hilang?."] kelihatannya Wangchu cukup terkejut Tuan sekaligus sahabatnya itu bisa kembali selamat. Tapi Wangchu juga cukup tahu bagaimana Ludius. Jadi tidak heran jika dia bisa selamat dari insiden mauut tersebut.
["Kalau bukan aku siapa lagi?! Hei.. aku bukanlah orang yang akan mati semudah itu!."]
["Hahaha.. kau memang bossku. Masalah menjemput Bibi Yun, aku sudah dalam perjalanan kembali ke China. Pesawat kami 2 jam lagi akan mendarat."]
["Oh, baguslah. Bagaimana keadaan Ibu mertua dan Nadia? Kau tidak macam-macam dengan anak dari Hadiningrat itu, kan?."]
["Bibi Yuliana dan Nadia baik-baik saja. Di Indonesia kemarin sempat terjadi banyak hal, termasuk perjodohan Nadia."] Wangchu membuka sedikit hal yang di alaminya.
["Sepertinya kau memiliki banyak hal yang ingin di ceritakan. Aku akan menunggu apa saja yang kau dapatkan selama 2 hari ini di Indonesia. Aku akan menyiapkan beberapa hal untuk menyabut Ibu mertua."]
["Baiklah, hanya itu saja yang ingin aku laporkan. Selebihnya kau akan tahu sendiri."]