Wanita dalam dunia mafia seakan seperti seongok sampah yang mana nyawanya tidak ada harganya sama sekali. Bagi mereka selagi Tuannya hidup itu sudah cukup. Benar-benar pemikiran yang membuat Zain semakin benci orang-orang dari dunia bawah.
Mata datar Zain saat ini menyala-nyala, kobaran kebencian pada mereka yang sudah berbuat jauh hanya demi kepentingan mereka sendiri membangunkan keganasan dari seorang Zain Malik. Dan Bianca melihat itu dengan jelas.
"Kendalikan emosimu, Zain! Kita tidak bisa melawan musuh dengan kepala panas. Dinginkan dulu kepalamu, baru pikirkan langkah selanjutnya"
Tangannya menyentuh Zain sebelum pria itu beranjak dari tempatnya untuk melawan musuh yang tersisa. "Aku tidak akan kehilangan akal sehatku." Jawabnya.
Bang bang!!
Zain maju ke depan sambil terus melihat kearah sekeliling, memperhatikan kemungkinan obat dan chip itu di simpan. Zain hanya bisa mengandalkan firasat kalau kedua barang itu belumlah di ambil dan masih di sembunyikan di suatu tempat.
Selagi Zain melawan musuh yang tersisa, saatnya bagi Bianca untuk bergerak. Ia yang memakai dress belahan memanjang, siapa yang tahu bahwa ia menyimpan begitu banyak hal tanpa terlihat sedikitpun.
Untuk melancarkan rencana yang di kirim oleh Masternya, Bianca terlebih dahulu meriset jam tangannya yang sudah di modifikasi sebagai alat penyelamatan dengan berbagai kegunaan. Alat penyadap dan perekam sudah terpsang sejak sebelum mereka berangkat karena benda itu melekat di tas mininya. Sedangkan untuk pistolnya sendiri, ia selipkan di antara stoking kaos kakinya dan tertutupi oleh dress panjang miliknya.
"Saatnya beraksi, Bianca Luze. Agen rahasia dari Divisi Rusia, kau harus menunjukkan performamu. Jangan sampai kamu di remehkan oleh pria-pria brengsek seperti mereka!" katanya menyemangati diri sendiri.
Dengan mengandalkan senjata api revolver kaliber tinggi dan skill yang dia miliki, ia keluar dari tempat persembunyiannya. 2 musuh dari arah jarum jam 10 yang langsung mengarahkan pistol mereka ke arahnya.
Bang bang!
Dengan cepat Bianca langsung menghindar, ia bersembunyi di balik kursi dan menyerang balik. Keduanya seketika tumbang, ia mencari kemana Zain pergi dan menemukan pria kaku itu sudah memasuki ruangan dalam dari Club De Luxe. Mungkin Zain berfikir kalau mereka masih menyimpan kedua barang penting di suatu tempat, dan berencana untuk menemukannya.
"Ternyata kau sama saja dengan yang lain, Zain Malik. Mengincar kedua barang itu demi kepentinganmu sendiri. Aku sudah salah menilaimu." Gumam Bianca.
-
1 jam sudah berlalu dengan pertempuran yang terjadi pada Zain dan Bianca yang di lakukan secara terpisah. Mereka masing-masing mampu menghabisi musuh dalam kurun waktu 1 jam lamanya.
Kondisi Bianca saat ini sudah setengah kelelahan, tenaganya sudah di kuras habis dengan kondisi lenganya yang kadang masih mengeluarkan darah.
Kondisi Zain sendiri kini berada di ruang dalam club De Luxe dengan keamanan otomatis yang sudah berhasil Zain sabotase untuk sementara. Dengan cermat dan perlahan, Zain menjelajah memasuki ruangan tersebut dengan mata terus mengawasi ke sekeliling untuk mengetahui apakah ada jebakan manual yang mereka pasang.
Tiba di sebuah ruangan yang Zain curigai sebagai tempat penyimpanan dua barang lelang tersebut, ia tidak langsung memasukinya. Terlebih dahulu ia mengaktifkan sistem analisis elektromagnetik guna mengetahui apakah ada alarm, jebakan atau pengaman yang di pasang secara samar menggunakan sinar laser yang di pancarkan.
Karena mustahil bagi suatu tempat pelelangan tidak memasang pengaman visual berteknologi tinggi demi menjaga barang bernilai Milyaran dollar. Dan benar saja, ada beberapa jebakan yang di pasang secara kasap mata, berupa sebuah camera khusus yang di siapkan untuk mengetahui identitas siapa saja yang memasuki ruangan tersebut melalui pengenalan wajah, sidik jari dan anggota tubuh lainnya secara otomatis.
Mulai dari sini Zain cukup bingung, bagaimana caranya memasuki ruangan yang sudah di setting dengan alat pendeteksi identitas?
Karena, jika ia memaksa masuk tanpa persiapan, sudah jelas akan terbaca oleh camera pendeteksi dan pastinya berakibat tidak baik untuknya. Seketika identitasnya terbongkar. Di tengah kebuntuannya, Zain bagai mendapat secercah harapan begitu melihat Ludius bersama Wangchu datang bersama beberapa anak buahnya yang sedang membereskan musuh yang ada di area gedung lelang.
"Kau datang Ludius?" tanya Zain bernada ejekan.
"Tentu saja, meski sedikit terlambat karena harus mengurus tikus-tikus yang menghambat perjalananku." Balas Ludius membela diri. Ia beserta Wangchu datang melalui jalan rahasia yang Zain kirimkan dan kini mereka ada di depan Zain, "Jelaskan situasinya saat ini, aku sudah memahami sebagian. Lalu untuk apa kau mengincar ruangan ini, Zain!" tegas Ludius.
"Aku sedang menganalisis dimana kira-kira letak kedua benda yang sedang di lelangkan. Dan analisisku berakhir di ruangan yang penuh pengamanan ini. Tapi dari pemahamanku, kita sepertinya akan sulit untuk masuk Ludius." Ujar Zain.
"Jika kita sulit untuk masuk, maka kita buat mereka untuk keluar dan membuka secara otomatis sistem keamanan yang sudah terlanjur di aktifkan, meski cara ini juga bisa di bilang cara yang pengecut."
Setelah menjelaskan rencana penyusupan ke dalam ruangan itu, Ludius akan memulai dengan melemparkan sebuah koin kecil ke dalam ruangan tersebut dan menunggu reaksi dari keamanan otomatis yang mendeteksinya.
Ring.. ring..
Terdengar suara bunyi alarm darurat yang menyala akibat koin yang barusan Ludius lempar mengenai laser pendeteksi. Dari dalam ruangan tersebut, keluar beberapa pria dengan atribut khusus, mungkin itu menjadi kunci dari divisi keamanan yang ada di ruangannya yang membuat mereka tidak terkena dampak dari keamanan otomatis tersebut.
"Zain kau sudah mempehatikan mereka baik-baik, bukan. Jadi apa kau memahaminya?" tanya Ludius sambil sesekali melirik ke aarah Zain.
"Uhm, aku memahami apa yang kau katakan. Aku akan melawan mereka dan mengambil atribut tersebut agar bisa masuk ke dalam tanpa harus khawatir pengaman otomatis itu."
Beberapa orang sudah siap dengan senjata mereka keluar dari ruang keamanan dan begitu Zain keluar dari tempat persembunyian, mereka menyerang Zain dengan membabi buta.
Bang bang bang!!!
Ludius yang mengawasi, melihat Zain terdesak langsung meminta Wangchu untuk membantunya. "Bodoh! Mengapa langsung menyerang musuh dengan terang-terangan. Apa kau mau cari mati brengsek!" umpat Ludius. "Wangchu, segera bantu Zain!" perintahnya.
Ludius sendiri langsung mempersiapkan senjatanya, dengan tubuh yang belum pulih sepenuhnya, ia keluar dari tempat persembunyian dan membantu Zain yang sudah ada di sana. Melihat ada serangan dari belakang, Ludius mencoba mempreingatkan Zain.
"Di belakangmu bodoh!". Teriak Ludius, dengan cekatan ia menembak satu-persatu musuh dari belakang Zain.
Bang bang!!
Duar!!
Terdapat aliran listrik yang tidak sengaja terkena peluru Ludius seketika meledak. Musuh yang ada di sekitarnya terpental sejauh 2 meter.