Chapter 431 - 431. Rencana Kepergian ke Kerajaan Hardland

Samar – samar, kelopak mata Silvia terbuka. Ia merasa ada kehangatan yang menggenggam tangannya. Matanya yang masih berat ia paksakan untuk terbuka. Tidak di sangka. Orang yang di lihatnya adalah Ludius yang tengah tertidur di sampingnya.

"Sejak kapan aku pingsan sampai seperti ini? setahuku aku sedang berada dalam acara konferensi pers dan ada seseorang yang menyulut emosi para wartawan dengan mengatakan kejadian di masa lalu dan..." perkataan Silvia terhenti. Ia tidak ingin mengingat hal ini, dan yang membuatnya saat ini penasaran adalah apakah Ludius tidak jadi terbang ke Kerajaan Hardland atau belum jadi pergi?

Tahu sendiri, Silvia tidak bisa pisah dengan suaminy barang sebentar. Berasa seperti makanan sayur tanpa garam. Rasanya hambar dan tidak membuat orang berselera makan. Tapi mau bagaimanapun itu tetap keputusan suaminya, Silvia mana bisa menghalangi.

Rasa sakit di area perutnya sudah mulai berkurang, ia namun rasa sayatan di dalamnya masibh sangat terasa. Dan menurut Silvia, rasa sakit itu semakin lama semakin sering terjadi. Ingin rasanya Silvia mengeluh mengenai kondisinya, tapi di satu sisi itulah perjuangan yang harus di lakukan Silvia demi kedua janin agar bisa lahir ke dunia.

Tangan Silvia yang masih di genggam erat  Ludius ia lepaskan, dengan senyuman Silvia membelai kepala suaminya dan menyemtuh wajah suaminya yang tampan meski sudah mendapat begitu banyak tekanan.

Sentuhan Silvia rupanya menyadarkan Ludius dari tidur tenangnya. Ia langsung mengangkat kepalanya begitu merasakan tangan Silvia yang membelai lembut wajahnya.

"Sayang, kamu sudah bangun?". Ludius beranjak dari posisinya dan memperhatikan sekujur tubuh Silvia dari ujung kepala sampai kaki terutama di bagian perut. "Katakan, bagian mana yang sakit, apa perlu ku panggilkan Dokter?".

"Ludius tenanglah.. aku baik – baik saja seperti yang kamu lihat. Mengapa kamu begitu panik?". Tanya Silvia heran, soalnya jarang sekali Silvia melihat seorang Ludius yang selalu tenang tiba – tiba berubah menjadi sangat terburu – buru dan gusar.

"Sayang, apakah kau tahu seberapa paniknya aku melihat kamu tiba – tiba merasakan kesakitan yang luar biasa hingga membuatmu kehilangan kesadaran. Saat itu tiba hal pertama kali yang aku pikirkan adalah kehilangan mu untuk selama – lamanya. Aku tidak sanggup, Sayang.." kata Ludius dengan tubuh gemetar.

Di depan Silvia,  untuk ke sekian kalinya. Ludius menunjukkan sisi lemah dirinya. Ia seakan tidka bisa mengendilikan apapun yang terjdi padanya saat itu. Ludius hanya bisa mengalihkan padangannya seolah ini bukanlah dirinya.

"Maafkan aku Ludius, aku tidak tahu kondisiku ini membuatmu terus khawatir memikirkannya. Mungkin ini akan menjadi hal yang  harus aku rasakan sepanjang hidupku. Tapi satu hal yang harus kamu tahu. Apapun dan dimanapun itu, asal ada kamu di sisiku itu sudah cukup suamiku."

"Terima kasih karena sudah mau mengerti, Sayang. Maafkan aku yang belum bisa membuatmu bahagia", ungkap Ludius.

"Jangan  pikirkan hal ini. oh ya, bukankah kamu akan pergi ke Kerajaan Hardland? apakah perjalanan bisnismu di batalkan gara – gara aku?" tanya Silvia, ia terlihat sangat merasa bersalah karena di anggapnya semua benar dilihat dari Ludius yang diam tanpa menyahut.

"Apa yang kamu pikirkan Sayang? Siapa yang gara – gara kam jadi tidak berangkat ke Hardland. aku memang belum pergi kok". Jawab Ludius dengan senyuman. "Kamu harus makan, Sayang. Ibu sudah membawakan bubur untukmu".

"Aku tidak lapar Ludius. Bisa kita makannya nanti saja?". Tawar Silvia dengan senyum melebar. Perutnya memang sedang tidak enak rasanya dan tidak bisa di ajak kompromi.

"Tidak ada tawar – menawar. Kamu harus makan istriku yang bawel." Kata Ludius mencubit hidung Silvia.

"Augh, ampun suamiku.." rengek Silvia, ia mengusap – usap hidungnya sambil melirik Ludius dengan mensungutkan bibirnya

Ludius hanya terkekeh menahan tawa , ia Ludius membantu Silvia beranjak dari tidurnya dan bersandar di dinding kasur lalu mengambil bubur ayam di atas meja. Bubur ayam dengan topping kedelai, jamur dan sayuran lainnya. Sangat nikmat karena ini khas makanan China.

"Baiklah, maafkan suamimu ini istri manjaku.. kita makan yah?!" Bujuk Ludius pada Silvia.

Silvia hanya mengangguk mengiyakan. Ludius menyendok bubur tersebut dan menyuapi Silvia perlahan. "Sayang, A.. hati – hati, ini masih panas.."

Silvia menurut apa kata – kata Ludius, ia menerima suapan Ludius meski bibirnya masih saja cemberut. Dasar memang istri tsundere parah..

Sekali dua kali Silvia mau makan suapan Ludius meski kadang geleng – geleng menolak. Mood orang hamil memang aneh, sejak Silvia hamil memang dia sering sekali menjadi manja. Tapi itu wajar dan membuat Ludius makin sayang, karena Silvia manjanya hanya padanya.

Bzzt Bzzt

Terdengar ponsel Ludius yang di biarkan tergeletak di meja depan sofa bergetar. Sepertinya ada panggilan masuk dari sseseorang. "Sayang, bentar ya.. aku akan mengangkat telepon terlebih dahulu. kamu bisa lanjutkan makan sendiri, kan?". Tanya Ludius yang di jawab anggukan oleh Silvia.

Ludius mengambil ponselnya yang ada di meja depan sofa. Di lihat depan layar terdapat panggilan masuk dari Pangeran Richard. "Ada apa Pangeran Richard meneleponku kembali?! Apakah dia ingin menanyakan masalah kesiapanku untuk terbang ke hardland?". gumam Ludius.

["Halo Pangeran Richard.. Maaf telah membuat anda menunggu lama."] sapa Ludius ramah karena teringat orang yang di ajaknya berbicara adalah orang terkuat di Benua Eropa dalam bidang kemiliteran.

["Tidak masalah, bagaimana dengan Dokternya? Aku sudah mengirim Dokter Martin untuk merawat Silvia."]

["Saya ucapkan beribu terima kasih atas kebaikan Pangeran Richard meski saya agak sensi karena  Dokter yang anda kirim adalah seorang pria. Itu sangat – sangat menggangu saya yang jelas adalah suami dari Silvia"]

["Mohon maafkan aku, Ludius. Aku tidak punya Dokter terbaik di Hardland yang seorang wanita. Aku tahu perasaanmu yang cemburu teman. Kau bisa mengirim seseorang untuk membuat Martin sadari statusnya. Tapi kau tidak perlu khawatir Ludius, Dokter Martin adalah Dokter profesional yang tidak akan menaruh tanggung jawab di atas segalanya,"]

["Aku harap seperti yang kau katakan Pangeran Richard. Karena instingku masih mengatakan ada yang tidak beres dengan orang yang kau kirim"]

["Percayalah padaku, Ludius. Aku tidak mungkin menyakiti Silvia yang jelas sedang ku lindungi"]

["Baiklah, aku sedang bersama Silvia. Aku tutup telefonnya Pangeran Richard. masalah pergi ke Hardland.. jam 15.00 aku sudah ada di bandara"]

["Baik, jadi kau serius ingin pergi, Luudius?"]

["Tentu saja, meski berat melepas Silvia. Apalagi kondisinya tidak dalam baik – baik saja. Selamat siang, Pangeran Richard"]

tut tut tut

Ludius memutus panggilannya dengan Pangeran Richard, dan kembali menghampiri SIlvia untuk menyuapinya.