"Pfft.. Sayang, kamu ini sedang marah atau cemburu?". Ledek Ludius, ia menghampiri Silvia yang masih berdiri di tempat.
"Siapa yang cemburu! Jangan asal bicara kamu Ludius!!", jawab Silvia dengan lantang dan keras. Ia seperti menghindari dari ledekan Ludius yang cukup membuatnya malu.
"Jangan ngambek dong Sayang.. " bujuk Ludius, ia mendekap Silvia dari belakang.
"Siapa yang mgambek, aku Cuma tanya.. Apa yang sudah kamu bicarakan dengan Ibu? Mengapa terlihat mencurigakan? Kamu sedang tidak menyembunyikan sesuatu dariku, kan sayang?!". Tanya Silvia selidik.
"Kamu berpikiran terlalu jauh istriku yang pemarah.. Aku hanya meminta izin untuk pergi ke Kerajaan Hardland dan meminta Ibu untuk menjagamu dengan baik. Aku harus pergi sekarang Sayang.." kata Ludius.
Ia membalikkan posisi Silvia menjadi berhadapan dengannya. Kini mereka saling tatap muka, memandang mata satu sama lain. Dalam sekejap Silvia sudah memeluk Ludius, menyamankan dirinya di dalam pelukan Ludius.
"Janjilah padaku Ludiu. Kamu akan segera kembali.. karena aku tidak suka menunggu". Kata Silvia,
Ludius membelai surai rambut Silvia dan membenakan kepala Silvia dalam pelukannya. "Jangan khawatir Sayang. Setelah uruanku dengan Kerajaan Hardland selesai, aku akan langsung kembali dan orang yang akan aku temui pertama kali adalah kamu istriku. Jadi, jangan sedih lagi, ya.."
Silvia menganggukkan kepalanya. Ludiu tidak ingin berlama – lama berbicara dengan Silvia karena takkut itu akan memperngaruhi emosi Silvia yang belum stabil.
Di depan pintu masuk mansion, sudah ada mobil BMW series 5 dan seorang sopir yang siap mengantarkan Ludius menuju bandara.
"Sayang, aku berangkat dulu yah.." kata Ludius mengatkan salam perpisahan dengan memberikan kecupan hangat di kening Silvia.
"Hati – hati di jalan dan cepat kembali.."
Ludius melangkah menuju mobil. "Tuan, silahkan masuk.." kata pak sopir yang membukakan pintu samping.
Silvia melambaikan tangan, mengantar kepergian mobil yang membawa Ludius keluar dari pintu gerbang Mansion.
Di tengah perjalanan Ludius menelpon Pangeran Richard untuk memberi tahu bahwa dirinya sudah ada di jalan. Agar Pangeran Richard juga bersiap – siap.
Drrt drrt...
["Ludius, ada apa kau menghubungiku?"]
["Tidak ada apapun? Pangeran Richard, posisi saat ini sedang ada di mana? Aku sedang ada di perjalanan menuju bandara. Sekitar 20 menit lagi aku akan sampai ke sana"]
["Kebetulan, aku juga baru sampai bersama Emilia. Kita akan pergi dengan membawa satu orang lagi"]
["Hah?! Satu orang lagi, memangnya siapa lagi yang ingin kau bawa ke Kerajaan Hardland?"]
["Zain Malik. Orang yang kau percayakan sebagai salah satu penjaga Silvia"]
["Aku cukup terkejut Pangeran Richard juga tertarik padanya. Aku tidak akan meminta menanyakannya nanti setelah sampai. Sepertinya ada hal menarik yang udah aku lewatkan. Sampai bertemu di bandara!"]
Tut tut tut..
Mobil melesat melewati jalan perkotaan Shanghai menuju bandara internasional Hongqiao Shanghai. "Semoga bisa menemukan titik terang dari identitas Silvia, agar aku bisa lebih melindungi Silvia.
-
#International Hongqiao Shanghai Airport
Sore ini pukul 15.00 mobil Ludius tiba di bandara Internasional Hongqiao Shanghai. Mereka langsung di bawa ke area pesawat pribadi dari Kerajaan Hardland yang akan Ludius dan yang lainnya naiki.
Ludius turun dari dalam mobil, dan sudah mendapat sambutan dari Pangeran Richard, Putri Emilia dan yang membuat Ludius terkejut adalah Zaiin Malik.
"Maaf sudah membuat anda menunggu lama, Pangeran Richard", sapa Ludius..
Selagi Ludius tegur sapa dengan Pangeran Richard, sopir Ludius memindahkan semua barang bawaannya menuju pesawat. Semua yang berhubungan dengan pesawat pribadi memang tidak pernah melewati seleksi barang.
"Tidak masalah Tuan Lu. Kami juga baru saja sampai di sini. Mari kita masuk. Pesawat akan take off dalam 20 menit". Pangeran Richard mempersilahkan Ludius untuk masuk. Namun sebelum itu ia menghampiri Zain dan menepuk kasar punggungnya.
"Hei Zain.. aku tidak menyangka, kamu dapat menarik hati putri cantik dari Kerajaan hardland. Ah, yah.. syukurlah kamu sudah menemukan tambatan hati. Ha ha ha.. aku sangat beryukur untuk itu." Ludius berikap sok akrab, padahal dari dulu tidak prenah seakrab itu. Anggap saja ini untuk membantu Zain keluar dari situasi canggung karena harus di tekan aura Pangeran Richard yang akan menjadi calon kakak ipar, setidaknya itu yang ada dalam pikiran Ludius saat ini.
"Akhirnya kau datang juga Ludius. Apa kau tahu seberapa tegangnya aku, di tekan oleh auranya selama 1 jam ini?! rasanya seperti berada di jembatan antara surga dan neraka." Ujar Zain dengan keringat sudah mengucur deras dari balik pelipinya.
"Hei Zain.. kau terlaluu kaku di depan Pangeran Richard. cobalah untuk berinteraksi lebih dekat denganya. Walau pria itu menjengkelkan, dia sebenarnya pria yang mudah di jadikan teman. Hanya saja kau harus tahan dengan auranya.." kata Ludius memberi saran.
"Kau dan dia memiliki aura yang sama, sama – sma memiliki aura yang menekan orang yang ada di sampingnya. Untung saja silvia tidak merasa tertekan olehmu". Ejek Zain
"Jangan samakan Silvia dengan wanita lain, di saat aku marah hany Silvia seorang yang berani melwan dan menentang. Tentu saja auraku tidak akan mempan terhadapnya. Cobalah untuk bisa lebih dekat dengan Pangeran Richard, itu akan sangat berguna di masa mendatang."
"Kau sedang mencoba untuk membuatku menjadi pria yang bisa menggunkaan ikatan sebagai bisnis?". Tanya Zain, ia melirik Ludius sini.
"Mana mungkin aku memintamu untuk menggunkan ikatan kekeluargaan sebagai bisnis. Hanya saja, jika kau semakin dekat dengan Putra Mahkota, itu akan sangat baik untukmu". Bujuk Ludius kembali.
"Dasar tukang hasut. Aku baru tahu kau selicik ini, Ludius?!".
"Sudahlah, aku tidak ada banyak waktu untuk pria macam dirimu".
Mereka telah masuk ke dalam pesawat pribadi dengan pelayanan kelas eksklusif, dimana di dalam pesawat terdapat berbagai fitur yang hanya ada di kelas khusus.
Karena permintaa konyol dari Putri Emilia, akhirnya ia duduk di samping Zain. Namun saat Pangeran melihat ke arah Zain, tatapan tajam Pangeran Richard jelas sekali di tunjukkan pada Zain, mungkin Pangeran Richard masih belum menyetujui Putri Emilia berakhir dengan si Zain.
Emilia yang saat ini duduk di samping Zain tersenyum sambil terus memperhatikan Zain. Tingkah nya benar – benar seperti orang yang belum pernah mengenal pria apalagi jatuh cinta, dan kadang sikap seperti itu membuat Zain menjadi canggung.
"Mengapa kau terus memperhatikanku, Emilia. Aku tidak terlalu nyaman dengan hal ini". sergah Zain.
"Aku hanya ingin memperhatikan dirimu lebih dekat Zain. Kau kan tahu sendiri, sejak kita bertemu, kau selalu bersikap dingin dan kaku.. sekarang kita duduk berdua pun kamu masih bersikap kaku. Menyebalkan!". Gerutu Emilia.